Komisioner KPPAD Kepri
Titi Sulastri sedang mendata anak-anak Suku Laut di Dabo, Kabupaten Lingga yang merupakan anak dari Komunitas Adat Terpencil
(KAT) yang ada di Provinsi Kepri.
|
Provinsi Kepulauan Riau
yang berada di daerah perbatasan dengan
beberapa negara tetangga menjadikan provinsi ini
memiliki kararetristik yang berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Posisi
Kepri yang strategis, selain membawa dampak positif dalam bidang perekonomian seperti perdagangan
luar negeri, investasi, lapangan kerja, pariwisata, namun di sisi lain juga
menimbulkan beberapa dampak negatif, termasuk pada meningkatnya permasalahan
dan kasus anak.
Dampak negatif tersebut terjadi pada sumber daya alam maupun
sumber daya manusia di (SDM) Kepri, termasuk penduduk daerah lain di Indonesia
yang melewati Kepri. Dalam hal sumber daya alam misalnya terlihat dengan
banyaknya kasus illegal fish- ing karena laut kepri kaya akan hasil laut,
banyakn kasus illegal mining karena kepri kaya dengan hasil tambang dan kandungan
mineral. Sementara terhadap manusianya, banyak kasus
TKI ilegal termasuk yang berusia anak karena Kepri
merupakan pintu keluar masuknya buruh migran
terutama tujuan Malaysia dan Singapura. Di Kepri
banyaknya tenaga kerja asing (expatriat) seiring
dengan banyaknya investasi asing, jalur penyelundupan
manusia (people smugling), perdagangan manusia
(trafficking) dan sebagainya. Kondisi tersebut menjadi
penyumbang munculnya permasalahan anak di
Kepri.
Kasus yang menyangkut manusia yang terjadi diKepri tidaklah sedikit.
Sebagian dari kasus tersebut korbannya adalah anak di
bawah umur atau manusiayang belum genap berusia
18 tahun. Bentuk kasus yang terjadi pada anak ini umumnya adalah trafiking, eksploitasi
seksual, eksploitasi ekonomi, eksploitasi seksual
dan ekonomi. Beberapa anak yang menjadi korban melewati batas negara dan ditemukan di negara tetangga seperti
Singapura dan Malaysia dalam keadaan tereksploitasi dan melakoni pekerjaan
terburuk bagi anak.
Kasus trafiking awal
tahun 2013 yang menimpa 2 remaja
putri yang menjadi korban trafiking dan di- pekerjakan sebagai PSK di kawasan
Geylang, Singapura menunjukkan fakta rentannya kasus trafiking di Kepri. Dari
dua ABG tersebut, satu anak berhasil dijemput jajaran Polda Kepri di pelabuhan
Singapura dengan pura-pura membookingnya keluar. Satu remaja lagi belum bisa
diselamatkan karena paspornya ditahan oleh majikannya.
Tidak adanya perjanjian
ekstradisi antara Indo- nesia dan Singapura semakin mempersulit penegakkan
hukum dan pemberian efek jera terhadap para pelaku kasus anak. Kasus yang bisa
diungkap dan pelaku yang bisa ditangkap hanyalah jaringan pelaku di Kepri atau
Indonesia. Sementara pelaku di Singapura tidak bisa disentuh sama sekali. Seperti kasus trafiking terhadap 2 remaja
Batam tahun 2011 untuk tujuan eksploitasi seksual dan ekonomi yang berhasil
digagalkan ketika akan dibawa ke Singapura. Identitas anak dipalsukan saat
membuat pasport. Sehari menjelang keberangka- tan, seorang korban berhasil
kabur dari pengawalan setelah pulang dari belanja di kawasan Jodoh. Jaringan
trafiking di Batam ini kemudian behasil digulung polisi dan korban yang satu
lagi berhasil diselamatkan. Hingga tahun 2014 penyelundupan remaja asal Batam
dan daerah lain di Indonesia untuk bekerja di sector hiburan dan pekerja seks
komersil masih terus terjadi. Sebagian ditipu oleh pihak yang mengirimkan, dan
sebagian menyadari pekerjaan yang dilakoni. Sepanjang tahun 2014, puluhan
hingga ratusan anak di bawah umur asal Indonesia terjaring razia di Malaysia,
dikumpulkan di KBRI dan dipulangkan lewat Batam atau perbatasan lain.
Memalsukan identitas anak
dalam pengurusan dokumen merupakan modus pelaku jaringan trafik- ing, termasuk
agen TKI/TKW ilegal untuk mengirim tenaga kerja yang masih berusia 18 tahun ke
bawah untuk dipekerjakan di luar negeri. Sebagian anak perempuan di bawah umur
lolos ke luar negeri dan bekerja di luar negeri tanpa perlidungan yang layak
dan memperhatikan hak-hak anak. Posisi anak ini rentan menjadi korban
kekerasan, kejahatan dan eksploitasi. Sebagian kecil pengiriman calon pekerja
anak keluar negeri berhasil digagalkan lewat pengecekan identitas dan fisik
anak waktu di pintu keluar masuk pelabuhan oleh petugas.
Rentannya anak menjadi korban juga menimpa pada anak-anak yang
tinggal di daerah sendiri. Posisi Kepri sebagai salah satu destinasi wisata di
Indonesia yang banyak dikunjungi wisman setelah Bali dan Ja- karta dengan
jumlah kunjungan mencapai 1,5 juta lebih pertahun membuat posisi anak juga
rentan. Tidak seperti kasus terkait hak pendidikan, kesehatan, hak sipil, hak
pengasuhan, hingga kasus-kasus anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Dari
tahun ke tahun, jumlah kasus atau laporan permasalahan hak- hak dasar anak di
Kepri terus berkurang.
Sementara di sisi lain,
jumlah kasus anak yang membutuhkan perlindungan khusus terus meningkat. Ada 15
kondisi anak yang membuuhkan perlindun- gan khusus yaitu anak dalam situasi
darurat seperti bencana alam, anak berhadapan hukum, anak dari kelompok
minirotas dan terisolasi, anak yang terek- sploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual, anak yang diperdagangkan, anak korban penyalahgunaan napza, anak
korban kekerasan fisik dan/atau mental, anak penyandang cacat, anak korban
perlakuan salah dan penelantaran.
Advokasi Pembentukan
KPPAD dan Perda Anak se-Kepri
Geografis Kepri yang
terdiri dari ribuan pulau dan rantang kendali yang jauh antara satu pulau
dengan pulau lainnya menjadi kendala dalam pengawasan dan perlindungan anak.
Pengawasan dan perlindungan anak terutama kabupaten yang jauh seperti Natuna,
Anambas, Lingga dan Karimun tidak berjalan maksi- mal. Banyak kasus anak tidak
dilaporkan oleh korban, tidak bisa terpantau oleh komisioner KPPAD Kepri.
Banyak kasus anak yang terjadi di kabupaten tersebut tidak ditangani dengan
baik karena belum dilakukan di- advokasi, mediasi, pendampingan kasus dan
dibuatkan rujukan. Sementara terhadap kasus anak yang terjadi di Tanjungpinang,
Batam dan Bintan umumnya sudah dilaporkan ke KPPAD dan ditangani dengan baik.
Melihat kondisi tersebut, kehadiran KPPAD di kabupaten/kota se-Kepri dan Perda
Penyelenggaraan Perlindungan Anak merupakan kebutuhan agar ter- wujud efektivitas
pemenuhan hak anak dan lahirnya SDM Kepri yang berkualitas. Advokasi
pembentukan KPPAD di kabupaten/kota se-Kepri ini sudah dilakukan KPPAD Kepri
sejak tahun 2012 lalu dengan melakukan roadshow ke masing-masing daerah.
Advokasi yang
dilakukan antara lain
terhadap bupati/walikota, DPRD, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (BPPA), LSM, organisasi sosial kemasyarakatan, tokoh masyarakat, dunia
usaha dan semua elemen masyarakat.
Hal tersebut mengingat
perlindungan anak merupakan tanggung jawab bersama semua elemen mayarakat.
Peran masyarakat dalalm perlindungan anak tersebut dijamin dalam UU
Perlindungan Anak. Advokasi yang dilakukan KPPAD Kepri ke masing- masing daerah
antara lain berbentuk seminar, focus group discussion (FGD), audiensi dan
berbagai kegiatan sosialisasi yang mengangkat isu pentingnya kelem- bagaan
KPPAD.
Advokasi pembentukan
kelembagaan KPPAD di daerah membuahkan hasilnya dengan terbentuknya KPPAD
Kabupaten Lingga pada tanggal 28 Juni 2013 dan disusul awal tahun 2014 terbentuk
Kabupaten Kepulauan Anambas. Tahun 2015 ini, akan terbentuk KPPAD Natuna, dan
tahun 2016 akan terbentuk KPPAD Batam
dan KPPAD Karimun.
Advokasi pembentukan
payung hukum Perda Penyelenggaraan Perlindungan anak di masing-masing
kota/kabupaten juga membuahkan hasil. Kabupaten Bintan yang pertama kali
memiliki Perda Anak tahun
kemudian disusul Kabupaten Natuna
dan Kota Tanjungpinang pada tahun yang sama. Kabupaten Lingga baru mensahkan
Perda Anak bulan Maret 2015 lalu.
Sementara di Anambas dan Batam sudah dibahas di dewan, Karimun belum
masuk tahap pembahasan. Dijadwalkan tahun 2016, semua kelembagaan KPPAD dan
Perda Anak sudah ada disemua kota/ka- bupaten di Kepri. Sampai saat ini, KPPAD
belum dirasa perlu di bentuk di Tanjungpinang dan Bintan meng- ingat kantor
KPPAD Kepri berada di Tanjungpinang sehingga semua permasalahan anak dan
perlindungan anak di-handle langsung oleh KPPAD Kepri. Dengan memperkuat
kelembagaan dan memiliki paying hukum di daerah, niscaya pengawasan dan
perlindungan anak di Kepri sebagai daerah perbatasan menjadi kuat dan lebih
baik.
No comments:
Post a Comment